HAPPy rEAd!ng...

iluV u

♀♂

░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░

Sabtu, 12 Februari 2011

L!Ke_iT

About M3_Fersi CERPEN


NOVELET

ONe


Di muka computer.


Suara Guntur Terus Bersaut-sautan. Hujan Tak kunjung Reda, tak ku temui sinar matahari di hari ini. Langit benar-benar muram.
          Seperti Hatiku,,,

Diary. Kenang aku..
Saved_06’April’2010 ( 20:07:42)

Detik–detik ku,
Pahami betapa kuatnya aku. Menyakiti diriku sendiri,

Tak terjamah lagi kebohongan hati ku,
Tak terangkai lagi rupa rinduku,

Mataku,
Mulutku, betapa susahnya menahan kemelutku.

Dan kamu adalah raibnya waktu.
(Karya Pribadi)

Tuts-tuts keyboard mulai terabaikan. Perhatianku bertumpu pada kalimat-kalimat indah dalam Saved Message di Hand Phone ku. Banyak Curhatan-curhatan berupa puisi yang aku sendiripun takjub dengan gaya bahasanya, entah inspirasi apa hingga aku dapat menciptakannya.
Puisi 2,  Yang ditulis dari New Folder Karya ciptaku yang lain.
Ada yang bahagia,
Burung ini tak lagi bersusah payah karena masalahnya.
Ia mencoba agar tetap elok,,
Di dadanya ada sesuatu yang keras…
Ia tertawa, ia tersenyum, dan ia gembira.
Matanya sayu nanar,
Hatinya tanah lapang bidang.
Ia terus,
Cicit, cuit…
Cicit, cuit…sambil. membawa hujan di rumput kering,
( Karya Pribadi)
Saved:
09:58:13
02 03 2010
Kali ini haruku menyeruak dan mengaliri dadaku dengan perasaan bercampur. Sakitku, pedihku, senyum dan kebahagiaan.
Ada maksud dalam puisi-puisi itu, ditiap puisi tidak tertera judul tapi selalu kuakhiri dengan tulisan “(Karya pribadi)”. menurut satu temanku puisiku itu seperti karya-karya sastra lama, jadi tanpa mengurangi rasa hormat dan rasa kagumku pada penyair dan sastrawan yang terdahulu aku ingin mengenalkan inilah diriku, karyaku dengan gaya bahasaku. Semua itu bukan hanya merupakan sebuah imajinasi tapi keluar dari hati(Baca:Pengalaman).






TWo


Senin, Di muka computer.
.

1,2,3
          Menit ke empat menyadarkan ku. Ku tatap monitor didepan ku. Screen sever menjadikan background 252859275_a016765549 bergambar garra itu lenyap menjadi tiga dimensi yang tak berujung. Ku goyang-goyang Mouse, Document–Microsoft Word aktif lalu kuarahkan kursor pada huruf terakhir yang ku ketik.
          Enggak jauh-jauh dari tulisan diHand phone ku kemarin, karena yang aku tulis dikomputer ku adalah Cerita Pendek yang selalu aku buka dengan puisi-puisi seperti salah satu penulis terkenal yang entah aku sendiripun lupaJ
          Atma, kalimat terakhir yang ada disamping kursor. Tokoh yang ku buat dari sosok Satya. Laki-laki yang telah membuatku menghasilkan penggalan-penggalan suatu karya. Dan ini salah satunya.

          Drrrrrttt,,,Tiba-tiba Hatiku Bergetar hebat, Hand Phone ku berada dekat tepi meja. Sontak aku kaget dan reflek menangkapnya sebelum menyentuh lantai dan menjadikannya puing-puing mungkin.
          “Halo, Assalamu’alaikum??“ Ucap Satya Dengan Suara Khasnya. Jelas aku tahu siapa sumber suara tanpa adanya pemberitahuan, karena perasaankulah yang menjadikan suaranya begitu khas dihidup ku.hehe
          “Wa’alaikum Salam Satya“ Hatiku miris. “Akan ada yang buruk” Sahut hatiku.
          “Aku ingin kamu yang menemui Faza?“ Lagi-lagi hatiku bergetar hebat. Entah pemikiran seperti apa yang dapat ku jadikan alasan perbuatannya.
          “Tapi Satya. Faza sendiri acuh tak acuh, bagaimana aku…”
          Tutt,,tutt,,tutt,, komunikasi diputus sepihak.
          Derai air mataku membuncah, dadaku sesak merasakannya. Hatiku bagai teriris, sakit. Segera kuhubungi pemilik nomor 081991110446.
          “Alaya ???“ Ucap aku ketika telfonku terjawab.
          “Sivilia, ada apa?“ Mungkin ia mendapati ada keanehan pada suaraku. Ia terdengar begitu khawatir, memikirkan itu tiba-tiba ku tahankan perasaanku dan mencoba menguasai emosi ku.
          “Akh, enggak. Gi paen Ya ?“ Dalih aku diikuti dengan sedikit guyonan.
          “Sivilia. Aya pikir Vilia kenapa…!“ Ia tertipu. Ia tak menyadari aku telah membohonginya.
          “Em,, Ya udah deh. Dah ya ?!“ Tutt,,,, aku tidak peduli apa yang akan dipikirkan olehnya. Aku terlalu bingung untuk bersikap. Aku terlalu sering melibatkannya ditiap permasalahanku, hampir semua permecahan ada padanya. Kali ini aku hendak melakukannya sendiri meskipun aku tidak yakin aku bisa.

Three


Esoknya. Di muka computer


          Mataku kembali memandangi layar monitor yang ku acuhkan, mengetik beberapa kata atau sebuah kalimat. seperti menulis diary yang kini menjadi sebuah cerpen.
          Hampir selesei dibagian pertama, Tapi aku terhenti untuk mengingat kejadian selanjutnya.
          “Akh, aku lupa,!“ Sahut hatiku. Terpaksa aku harus membaca ulang cerpenku untuk menerawangi memoriku pada waktu itu.
          Judulnya berupa tiga tanda Tanya dan satu tanda seru, entah maksudnya apa. Tidak ada yang special, karena tak ada satu kalimat yang cocok dengan ceritaku. Terlalu abstrak dan tidak mudah untuk dimengerti.

          Aku mengulas kisah lamaku, Aku terlalu mengingatnya untuk aku lupakan. 17 September adalah hari itu. Saat Satya memutuskanku, Dari situlah cerita pendek ini dimulai.
          “Aku tidak ingin menyakitimu lagi, lebih baik semuanya sampai disini,!“ Kalimat pertama dicerpenku. Hatiku berdenyar, hatiku masih merasakan sakitnya.
          “Gak. Gak mau. Aku gak mau diputusin,!“ Jawabanku waktu itu membuatku kalut. Mengingat sikap satya sekarang rasanya tidak pantas aku melakukan itu untuknya ketika itu.
          Ku baca satu persatu dengan cermat. Ku hayati dengan sungguh-sungguh, sesekali aku menangis, kemudian tertawa lalu terdiam.
          Satya memutuskanku ketika kita sedang bermasalah. Aku marah padanya, ia yang memulai semuanya. ia mencoba membuatku kesal untuk menghidupkan suasana yang mulai membosankan. Tidak ada hal yang terlalu serius di antara kami. Kami berdua terlalu setia untuk melakukan perselingkuhan, kami terlalu sama untuk adanya perselisihan dan kita terlalu saling mencintai untuk melakukan sedikit kesalahan kecuali kita sama-sama sulit untuk mengkomunikasikan satu sama lain. Itu yang membuatnya melakukan banyak hal, aku sendiripun merasa tidak pernah berbuat banyak.
          Tiba-tiba keputusannya itu terjadi, Hatiku sangat menolak. Apa ia melakukan ini agar aku sedikit bertindak untuknya? Melakukan sesuatu untuknya?
 
FOur


Esoknya Lagi, di muka computer.


          Prosesi putusan telah selesei. Alur ke dua setelah putusan, Namanya Vina tokoh yang aku ambil dari sosok Faza. Mantan Satya sebelum bersamaku. Disinipun aku tak mengerti, satya berkali-kali bercerita tentang Faza yang telah menyakitinya, bagaimana ia bisa berfikir untuk bersamanya lagi.

          “Lian. Atma bareng lagi sama Vina“ Lian adalah tokoh utama dalam cerpenku dari sosok diriku sendiri, Aku menambahkan tokoh pembantu dalam cerpenku yang ku namakan Isya, yang menyatakan kalimat tadi. Maklum cerpen itu kan fiksi jadi nyempil imajinasi dikit. Hehehe.
          Sebelum aku melanjutkan cerita selanjutnya. Aku Teringat Satya,  Ia menelponku agar aku menemui faza. Bagai mana aku bisa melakukan itu. Lalu untuk apa? Apa aku ikhlas jika faza dan satya kembali?
          Kejadian itu membuyarkan konsentrasiku. Oh…tidak, terlalu sering mengulang cerita justru akan membuat otak mengingat kata dan alur  yang sama. Bagaimana karya kita terlihat bagus, sebelum selesei aja udah bosen duluan.
          Aku berhenti membaca. Meskipun begitu aku tidak akan menyia-nyiakan karya yang udah aku buat, Walaupun baru sebagian.
          Sebelum menutup lembar kerja yang sedang aktif. Ku save terlebih dahulu untuk mempermudahkan aku saat berminat melanjutkannya kembali.
Klik File, save/CTRL+S, File name and save.


FIve


Kamis, di muka computer..


          Lagi-lagi aku mengalihkan pandanganku pada Hand phone NOKIA 6070 Millik ku. Ku buka folder message Satya Saat ia masih bersamaku, beberapa sudah kuhapus karena aku begitu emosi kepadanya. Itu juga tinggal message yang ada diItem tersimpan yang lupa kuhapus.
          Aku memandanginya dengan serius. Dan membacanya satu-satu lalu teringat kembali semua masalalu itu. Sebelum amnesia sesaat kambuh aku kembali menatap layar monitor komputerku yang belum ku tutup, hanya baru disimpen aja. Setelah berkali-kali berfikir tapi tidak mendapatkan ide.

          Aku tak kuasa mendengar kabarnya. Aku sangat menolak kejadian yang Isya ceritakan, Ku benamkan dalam-dalam wajahku pada bantal dan guling. Ais tetap menceritakan apa yang diketahuinya. Aku tak dapat melihat gimik mukanya tapi dari suaranya ia terlihat sungguh-sungguh ingin menceritakannya.
          “Bagaimana Lian?“ Tanyanya kemudian karena ia tetap tidak mendapatkan pandanganku setelah berhasil menceritakan apa yang telah ia ketahui.
          “Lian…!“ Isya memelas. Ia ingin aku menghargai usahanya, sekedar untuk menatapnya mungkin.
          “Isya…??!“ Ku tengadahkan wajahku dengan setengah membungkuk. Wajahku dipolesi air mata dan makeup yang acak-acakan. bukan itu yang aku hawatirkan. Tapi aku malu tengah membela cowo yang jelas-jelas sangat menyakiti diriku sendiri.
          “Atma tidak seperti itu,!“ aku tidak yakin.

          Lagi-lagi cerpenku terhenti. Tak ada kata-kata diotakku, sudah benar-benar mentok,!
          “Apa karena aku seorang pemula ya, Jadi belum bisa menguasai tekniknya. Sebentar-sebentar dapet ide buat nulis sebentar-sebentar blank“ aku ngomel-ngomel sendiri. Tapi cerita yang ku tulis kini berada tepat pada kenyataanya. Ditengah tulisanku aku  terus-terusan mengguyurkan air mataku, sesekali aku terisak dan menengadahkannya. Aku benar-benar masuk didalam ceritaku dan cerpen itu adalah perasaanku.

SIx


Jum`at, di muka computer


          Drttt!!! Hand phone ku bergetar. Kali ini aku tidak hawatir akan terjatuh, pengalaman pertamaku sebelumnya tidak membiarkanku jatuh ke lubang yang sama. Hand phoneku berada ditengah-tengah meja. Jadi jauh dari kecelakaan hancur. Hihii

          Temui aku di SD. NOW
          Akh, Satya akhir akhir ini selalu membawa kabar buruk. Kenapa ia berusaha untuk selalu menyakitiku. Dan bodohnya aku adalah, aku tetap sangat merindukannya.

          Mau ngapain c?
          Balasku pada message Satya. Aku tidak yakin akan menolaknya, tapi setidaknya harus ada alasan ia bersikap seperti itu.

          Akan ada Faza & aku.
          Kalimat Faza membuatku enggan. Meskipun begitu aku tetap mengikuti Satya.

          Kali ini komputer kumatikan. Save lagi, karena tadi sempet di edit. Baru keluar dari aplikasi. Mengklik Start, Turn off computer and turn off lagi. Aku segera berbenah dan bersiap-siap untuk melakukan permintaan Satya.

          Mau ngapain c?
          SMS aku sebelum benar-benar selesei.

          No, coment.
          Balasnya.

          Gak nyampe setengah jam. Aku duduk dibawah pohon Sekolah Dasar yang Satya maksudkan. Tempat sekolah aku dan Satya sewaktu masih kecil.
          Aku mengingatnya. Ia kakak kelasku disini, tapi baru dua bulan terakhir ini aku mengenalnya sampai pada sebuah hubungan yang sangat dekat. Ia juga  sempat menjadikan tempat ini dalam acara KATAKAN CINTA_nya kepada ku. Lalu akan ia jadikan tempat ini untuk apa lagi.
          Aku mendapati sosoknya. Rupanya ia telah menunggu, ada sosok yang semula membuatku enggan kini berada disampingnya.
          “Duduk Sat…!“ Aku mepersilahkannya. Karena berdiri akan jauh lebih tidak nyaman. Jika mengingat banyaknya yang akan terjadi, berdiri pasti membuat kaki pegal.
          “Aku ingin meminta maaf Sivilia!“ Faza membuka pembicaraan.
          “Loh ko. Mba yang minta maaf?“ Faza dan Satya satu angkatan, lebih enak memakai kata ganti nama. Lagipula aku sangat menghindari namanya.
          “Karena aku yang mengusulkan rencana ini“ Faza pada  posisi berdirinya. Mungkin ia berfikir hanya Satya yang aku perkenankan untuk duduk, padahal gak gitu-gitu banget. Aku Cuma terlalu bingung bersikap pada seseorang yang berada pada posisinya itu. Diantara aku dan Satya tentunya.
          “Satya yang akan menjelaskan semuanya. Lagipula aku pikir kalian memang harus bicara“ Ucap faza. Sesaat kemudian ia mengakhiri kehadirannya.
          “Satya. Aku sampai disini dulu, menurutku akan lebih baik jika kamu yang menjelaskannya. Mungkin ini sangat berarti untuknya, maka berikanlah langsung kepadanya Satya“ Faza bersalaman dan lekas pergi.
          Aku dan Satya mematung seperti  biasa, tidak ada yang berusaha untuk memulai. Aku juga berada pada pemikiranku sendiri.
          “Apa yang harus ku lakukan? Apa yang mestinya aku katakana? Bagaimana memulainya agar bisa lebih baik?. Seharusnya aku seperti apa? Tapi…. Aku kan cewe, malu, gak baik duluan. Lagi pula dia cowo, harusnya mendahului. Ia jugakan yang memulai, seharusnya ia yang mengakhiri semuanya“ Seperti telah mengucapkan banyak hal, padahal tetap direkat dalam-dalam.
          Satya tetap bungkam, Aku sangat kecewa. Ia benar benar merusak suasana. Padahal untuk bertemu dengannya persiapannya sangat sulit. Aku selalu memperhatikan penampilan dan imageku sebagai cwe agar ia tidak Ilfeel saat bersamaku. Untuk menahan gejolak perasaankupun aku harus sempoyongan. Dan setelah aku berusaha dengan sedemikian rupa aku hanya mendapatinya tak bergeming, menyebalkan.
          “Aku sangat mencintaimu. Itu jujurnya!“ Ucapnya kemudian.
          “Apa?“ Aku tersentak, Sungguh tak percaya. setelah apa yang ia lakukan dalam menyakitiku. Terdengar kalimat yang seakan membuat jantungku berhenti berfungsi.
          “Aku akan menceritakan kekonyolanku!“ Satya tetap menghindari kedua bola mataku,  Aku terbantu dengan keputusannya. Pandangannya akan membuatku tidak karuan. Pasti nervous abiezz.
          “Baiklah akan aku dengarkan“ Kupandang lekat-lekat wajahnya. Aku hampir tidak percaya aku amat sangat merindukannya, ada gundukan kerinduan didadaku yang tertahankan sebelumnya. 

SEVen


Jum`at malam, di muka computer.


          Hampir tak ku percayai, Jika akan seperti ini jadinya. ku nyalakan komputerku  dengan segera.
          Sebelum memulai menuangkan semua yang sudah penuh dalam hatiku. aku mencoba membaca novel mini karya Habiburrahman El- Shirazy agar perasaanku tidak menguasai penulisanku. Biasanya perasaan bahagia akan membuatku tidak bisa mengungkapkan situasi sulit sebelumnya, seperti pada sifat manusia pada umumnya. Ketika susah, inget semua detile tentang certa suka dukanya, karena kita berusaha mengeluarkan kesukaran didalam hati kita sendiri. Tapi sebaliknya, kebahagiaan membuatku lupa segalanya. Jangankan kronologis ceritanya, inget sama ceritanya juga enggak. Mana bisa inget disaat kebahagiaan telah menyeruak dan menguasai emosi kita. Gak senyum-senyum sendiri juga udah bagus.
          Setelah menyelesikan membaca satu novel mini karangan penulis kondang tentunya. Hati ku mulai bisa ku raba.

          “Atma tidak seperti itu!“ Aku tidak yakin, Adalah kalimat terakhir dicerpenku.
          Ku buat cerpen itu seperti sebelum aku mengetahui semuanya.  Ku tulis kalimat-kalimat précis yang pernah ada dengan bahasaku sendiri.
          Kuceritakan. Setelah Isya tokoh pembantu yang Fiksi itu berhasil membuat Lian sebagai diriku  percaya dengan ceritanya. Isya menjadi penuntunku untuk melakukan ini dan itu. Di situ ku rangkaikan beberapa adegan yang menjadi anti klimaksnya. Akibat dari cerita yang Isya paparkan, Lian sangat kalut dan tidak bisa berfikir dengan jernih. Sikapnya mempermudah Isya memaparkan yang di harapkannya. Isya menyarankan Lian agar bertemu Atma tokoh yang aku ambil dari sosok Satya. ISya meminta Lian untuk mengeluarkan kemarahannya dan apa yang Lian rasakan pada Atma. Dengan kondisi Lian yang sangat rapuh Isya berhasil mempengaruhi Lian dan segera mengikuti instrumennya.

          Sesekali aku berfikir. Kemudian melanjutkannya lagi.

          Sayang Lian terlalu bingung dengan fikrannya sendiri. Lian hanya mengikuti aba-aba Isya tanpa pikir panjang akan bersikap seperti apa nantinya, keputusan itu tidak membuat situasinya bertambah baik. Lian hanya mengomentari apa yang dilakukan oleh Atma dan tidak mengikuti perintah Isya yang lainnya untuk mengungkapkan perasaannya dan pendapatnya terhadap sikap Atma kepada Lian.
          “Aku gak percaya kamu bisa ngelakuin ini. Kamu seneng udah ngelakuin ini. Apa kamu seneng balikan sama Faza, kenapa gak bilang aja. Kenapa aku harus denger dari orang lain. Inikah alasan kamu saat memutuskanku. Apa ini cara terbaikmu untuk menyeleseikan semua masalah kita“
          Sikap seperti itu. Aku mengenangnya lagi, berusaha memahami diriku sendiri pada saat itu dan kembali mengetik tuts-tuts keyboard ku lagi.

          Aku berusaha tidak mengetahui apa-apa didalam ceritaku sendiri dicerpen itu. Aku tetap menulis kronologisnya dengan ending dibelekang, aku ingin memakai alur maju disini.
          Bla-bla-bla
          Baru setelah konflik mencapai klimaks. Tiba saatnya aku untuk mengakhiri kegelisahanku sendiri dicerpenku. Disini jugalah kearifan seorang penulis diuji, bagaimana aku harus memberikan sebuah ibrah dalam Fiksi ku itu. Aku berfikir keras, yang aku tulis bukanlah cerita pribadi yang ku nikmati sendiri. Tentunya aku dituntut tidak egois untuk karyaku sendiri. Harus ada yang dipenuhi dalam penulisan.
          Lalu ku buat ending seperti ini.

          Di tengah kebingunganku. Atma memberikan penjelasan yang sangat memukau.
          “Lian. Jujur, Atma sangat mencintaimu“ Ucapnya kemudian
          “Apa?“ aku tersentak, Sungguh tak percaya. setelah apa yang Atma lakukan dalam menyakiti hatiku. Terdengar kalimat yang seakan membuat jantungku berhenti berfungsi.
          “aku akan menceritakan kekonyolanku!“ Atma tetap menghindari kedua bola mata ku,  aku sangat terbantu dengan keputusannya. Pandangan Atma akan membuatku tidak karuan. Pasti nervous abiezz.
          “Baiklah akan aku dengarkan“ Kupandang lekat-lekat wajah Atma. Aku hampir tidak percaya bahwa aku amat sangat merindukan sosok Atma, ada gundukan kerinduan didadaku yang ditahankan.
          “Ia, Aku memang sangat mencintaimu. Itu yang membuatku bisa melakukan ini, aku takut keadaan biasa-biasa saja akan membuatmu semakin menjauh“ Ada butiran bening menerobos dipojok kedua mata Atma.
          “tapi tidak ada yang bisa aku lakukan untuk mempertahankanmu lagi “ Kali ini Atma memalingkan wajahnya. aku mengikuti gerakan Atma yang terus menghindariku, ada yang ingin aku ketahui dari raut Atma yang kucintai.
          “Atma“ Aku mencoba menguatkan. Atma tak jua menyambut tatapanku, ia terlalu takut.
          “Mendapati dirimu, aku sangat bersyukur Lian. Kamu akan ku jaga dengan baik, insya Allah lahir dan batin. Aku membiarkanmu selalu berjarak denganku, membiarkanmu sedih dan bahagia sendiri, bukan karena hanya kamu yang memiliki cinta itu. Sungguh perasaanku juga begitu besar padamu“ Lagi-lagi Atma memotong kalimatnya. aku semakin ingin tau, kata-kata Atma menyadarkanku. Betapa agresifnya aku sebelumnya untuk mendapat responnya. aku teringat saat ia menolak disentuh badannya saat aku hendak menepuk punggungnya. aku tau ia sangat menjaga diriku.

          Cerita ini fiktif, seperti judulnya “Fiksi“. dikehidupan nyata Satya hanya menjelaskan Faza ingin menebus kesalahannya dengan membantu Satya mengetahui seberapa besar aku mencintainya.
          Aku pikir selama ini hanya aku yang merasakan cinta yang tidak berkesudahan, bukankah itu pengorbanan yang begitu besar untuk seseorang yang dianggap biasa-biasa saja seperti Satya.
          Satya ingin tau reaksiku dari apa yang ia lakukan. Menurutnya ia sangat puas, ia terlalu takut cinta yang sedemikian rupanya padaku hanya ada disatu pihak. Setelah mendapati aku seperti yang diharapkannya ia baru sadar rasa takutnya yang menjadikan aku tidak memiliki perasaan yang sama seperti dirinya.
          Setelah kita mencoba mengkomunikasikannya. Baru diketahui apa yang udah kita berdua lakuin. Tanpa sepengetahuan kita, ternyata telah banyak pengorbananan keduanya. Satya yang aku pikir acuh dengan semua tentang diriku pada kenyataannya selalu mencari tau dari orang-orang terdekatku. Dan sebenarnya dibalik sikap dinginku padanya perhatianku tidak pernah luput untuknya.
          Oh..god,thanks
          Akan ku buat ending di cerpenku jauh lebih baik, dengan lebih dramatis dan bernilai. Ada yang aku dapat dari pengalamanku.

          “Aku minta maaf“ Aku mendapati perasaan Atma dengan baik, bahkan aku terlihat paling bersalah disini.
          “Aku bingung bagaimana bisa memilikimu dengan baik. Saat aku memutuskannya, kamu berubah Lian“ Atma terdengar hati-hati. ia mencoba menyeleseikan masalahnya kali ini agar sesuai harapannya.
          “Aku…“ aku yang merasa tidak tau apa-apa ingin membela diriku sendiri. Tapi lagi-lagi hanya tersimpan di dalam hati dan masih dalam diam.
          “Aku tau kamu menghargai diriku Lian, Kamu berusaha untuk membuatku senang. Tapi bukan itu yang sedang aku pikirkan. Aku bersungguh-sungguh ingin mendapatkanmu nanti“ Kalimat Atama kali ini membuatku tidak bisa manut-manut saja. aku mencoba menerka kegalauanku.
          “Maksud kamu apa Atma?“ Meskipun kalimat ini tidak sepenuhnya perfeck sebagai sebuah pertanyaan yang sedang diajukan. Setidaknya aku bisa mendapatkan jawaban dari kata-katanya.
          “Aku tidak ingin mnjadikanmu sebagai pacar. Tapi sebagai pendampingku kelak Lian“ dek… dek… dek…

          Aku yang menulisnya jadi merasakan sendiri gimana menjadi Lian. Wah…so sweet banget, gak gombal. Tapi romantis….hehehe, aku memuji diriku sendiri.

          “Kamu adalah seorang wanita yang pandai menjaga Image dirimu sendiri, pandanganmu terjaga. Tak ada laki-laki yang pernah berhasil menyentuhmu sebelumnya. Bagaimana mungkin kamu membuang itu saat bersamaku. Kenapa kamu tidak membiarkanku sebagai laki-laki yang terhormat telah menjaga kesucianmu itu“ Atma menangis. aku tersentak dengan kata-kata Atma,  aku semakin jatuh dalam cintanya dengan merasa berdosa.
          “Atma benar. 18 tahun lebih aku menjaga semuanya, tapi dua bulan terakhir membuat tahun sebelumnya jadi sia-sia.  Cinta membuatku berani mencurahkan perasaanku  yang seharusnya ku jaga, cinta membuatku berlebihan dalam bersikap untuk mendapatkan sambutan baik darinya. Bagaimana aku lupa, bagaimana bisa aku seperti ini“ aku tertunduk. aku malu dengan diriku sendiri,aku malu dengan tingkahku dan aku malu dengan cintaku.
          Atma akhirnya memandangku. Di tegakkannya badan yang sebelumnya membelakangiku. Matanya tajam didua bola mataku. Dengan tegasnya ia berkata:
          “Isya Adalah saksi cintamu padaku didunia ini. Tindakanmu membuatku yakin tentang kebenaran cintaku juga padamu Lian“ kali ini aku tertunduk ragu. Akan ada apa? Akan bagai mana? Lagi-lagi aku berfikir sendiri.
          “Ikhlaskah engkau Lian. Jika kita berjodoh??“ Lidahku kelu. Entah beban apa yang jadi pertimbangan beratku. Apakah cinta tidak cukup untuk menjawab pertanyaannya.
          “Keputusanku adalah ini. Jika memang engkau siap dengan pertanyaanku sekarang. Tidak akan terjadi apa-apa setelah ini “ Atma kembali memotong kalimatnya. Itu membuatku sedikit terbiasa.
          “Tapi jika ada yang harus menunggu. Persiapkanlah dirimu untuk kejadian-kejadian selanjutnya“ kalimatnya terhenti.
          “Apa?“ kebingungan menyelimutiku. Kenapa hatiku ragu ketika ia bertanya tentang kebenaran hatiku. bukankah aku yang selalu mengumbar perasaanku padanya. Bagaimana mungkin untuk sekedar mengungkapkan kesanggupankupun aku merasa tidak siap.
          “Atma“ Kali ini aku mencoba untuk berkata-kata.
          “Mungkin aku harus menelaah hatiku dulu dengan baik, Aku merasa cintaku terlalu berlebihan padamu. Mungkin ini juga benang merah dari masalahnya” Sesekali pandanganku goyah. Tapi ia membiarkanku untuk membuat suatu keputusan.
          “Aku takut cinta ini akan berubah jadi benci, bukankah cinta dan benci adalah satu mata uang yang bertolak belakang. Bahkan terlalu tipis untuk satu helai kulit bawang“ Bingung, bingung, bingung. Aku ingin jawabanku tidak salah, dan itu membuatku sangat hati-hati untuk melanjutkannya.
          “Allah maha pembolak balik hati manusia. Jika perasaan ini benar maka akan ada untuk selamanya“  Kalimatku kemudian. Kali ini aku takut ia akan berfikir ucapanku adalah sebuah penolakan. Aku takut ia berfikir… ”Akh, aku yang sedang banyak berfikir“ Sahut hatiku lagi.
          “Lalu bagaimana?“ Atma memojokanku. Entah kejadian seperti apa yang seharusnya terjadi, karena aku sendiri bingung ingin seperti apa nantinya.

          Aku mulai menerawang jauh. Lamunanku bertemu pada masa yang belum ku jejaki. Cerpenku semakin sulit kuakhiri.
          ”Bagaimana ini“ Gerutu aku dalam hati. aku mengingat-ingat situasi cerpenku dan mencoba menjadi Lian.
          “Jika Atma benar-benar Satya, Dan aku adalah Lian. Apa yang akan aku lakukan ? “
          “Satya, Agaknya kali ini aku sangat egois. Aku tidak bisa menjawab pertanyaanmu. Tapi aku ingin engkau tetap meminta  jawabanku “ Aku menghayalkan menjadi Lian.
          “Tidak sekarang, mungkin nanti,! Tapi janjiku bukan berarti akan seperti apa yang kita rencanakan “ … 

 
EIGht


Dihari Sabtu.


Satu minggu sudah aku berkutat dikomputer ku. Hari ini aku jenuh harus kembali berada pada semua yang ada dicerpen ku.
Mulai dari mengenang berkali-kali kejadian yang sudah berlalu, menjadikan pengalamanku seperti sebuah karangan yang fiktif, memikirkan masalah dan cara menyeleseikannya.
“Uuh,,, lama-lama Bete…!!!“ Teriak aku dalam hati.
“Eh, eh. Aku ini,!“ Lagi-lagi hatiku bergulat sendiri. Menyadari menulis adalah hobiku dan tulisan adalah bermilyard-milyard kata dalam hatiku. mengapa hanya karena tidak dapat menyeleseikan satu karya saja aku telah mengutuk diriku sendiri.
Yah mengutuk dalam artian mengingkari tindakanku sendiri untuk menulis.
Bagaimana tidak, jika kita benar-benar menyukai sesuatu tentu kita akan senantiasa merasa ikhlas dalam merasakannya.
Begitu juga dikepenulisan. Jika memang minat kita ada disitu dan kita telah memutuskan untuk menekuninya tentunya kita akan senantiasa melakukannya dengan baik. Tidak peduli ditiap masalah karna kita akan tetap mencoba, tidak peduli ditiap kekurangannya karena kita tetap harus belajar.

Calling “ LuPh M3 “
“Hallo. Assalamu`alaikum?“ Sapa Satya dari sebrang.
“Wa`alaikum salam A?“ Bukan A. adalah AA, Panggilan sayangku untuk Satya. Ieh jadi malu.
“De. Aa kangen,!“ Aduh… De disitu kamu taukan itu panggilan sayangnya untuk ku. Em… kamu juga tau kan gimana perasaanku… (dia kangen.hhehe)
“… Apa?“ Aku masih canggung dengan kejadian kemarin, aku seperti jadi pasangan baru. Bukan pasangan hidup lho, kan Cuma pacaran doang.
“Dede..! ! !“ Dari suaranya ia terkesan sangat manja. Aduh, aku paling risih ada cowo kaya gitu. Bukan apa-apa, tapi kayanya untuk jaga-jaga aja dari hal-hal yang tidak diinginkan.

Aku teringat pada cerpenku. “tapi tidak ada yang bisa aku lakukan untuk mempertahankanmu lagi“ pada saat itu aku berfikir. Tokoh Atma sangat mencintai tokoh Lian. Dengan latar belakang Agama Atma tentu tidak bisa mempertahankan Lian untuk menjadi pacarnya. Bukankan pacaran di larang dalam Islam mungkin yang di maksudkan didalam Al-Qur`an adalah ta`aruf bukan menjalin cinta di luar hubungan pernikahan.
Aku menerka diriku sendiri. Sekarang Aku ingin sekali mendapati Atma pada sosok Satya.

“Dede juga kangen A. Aa lagi ngapain???“ Kali ini tidak lagi ada getaran-getaran indah yang aku nikmati. Selama percakapan kami tidak ada sesuatu yang membuatku bener-benar bahagia. Hanya perasaan-parasaan semu. Sesaat setelah Satya memujiku, kembali cerpen dalam ingatanku.
“Sayang. Kamu itu gak sekedar cantik, baik. tapi juga punya sesuatu yang membuatku bener-bener jatuh hati“ Kalimat inilah yang akhirnya mencuri hatiku.
“Aa!!“ Lagi-lagi aku berfikir sendiri. “Mungkinkah cinta ini seperti yang ada didalam tulisanku, benarkah kisah ini seperti apa yang ada di karyaku, dalam scenario yang kemarin aku buat”
“Ia de. Aa baca Ceritamu, Aa sangat terharu. Aa berniat menjadikan harapanmu itu nyata“ Kebahagiaan itu menyeruak. Tidak meluap-luap, tidak menjadikanku gagap. Aku begitu tenang marasakannya, ada rasa nyaman  dan…
“Gdubrak!!!!“ Sontak aku meloncat agar tidak membentur tiang-tiang tempat tidurku. Alhasil aku harus puas dengan mencium lantai.
“Aduh…! Sakit..!“ Aku meringis memegangi mukaku yang lebam. “Mimpi begitu aja Jatuhnya bisa begini gimana kalo ketinggian“ ucapku sangat pelan hampir tidak kedengeran.

Di muka komputer
Masih kupandangi Windows XP 2003. tetap tak mencoba melakukan apa-apa. Sesekali kupandangi handp honeku dengan hampa. Harapanku pada mimpi itu sangat besar.
Agaknya masalah yang sama terulang. Kali ini aku tidak mencoba untuk mengkomunikasikan keinginanku lagi, padahal sudah tau masalah sebelumnya juga karena ini. Mengapa aku tetap enggan untuk melakukan perbaikan,
Mengapa aku selalu berfikir dengan diriku sendiri. Bukankah ini hanya membuang-buang waktu. Akan lebih mudah jika satu permasalahan diseleseikan oleh dua orang. Apalagi ini juga tentang dia.
“Kalo dia gak nelfon. Berarti aku yang harus telfon“ akhirnya aku melakukan sesuatu.
Ku pencet nomornya, ada 12 angka, setelah tersambung. . .
“ Assalamu`alaikum?“ aku memulai pembicaraan.
“Wa`alaikum salam?“
“Maaf A dede ganggu gak?“ ceritanya sangat berbeda. Satya tidak akan melakukan seperti yang ia lakukan didalam mimpi itu.
“Ko ngomongnya gitu, Dede ini. Sekarang lagi ngapain?“ Seperti itulah perhatian satya. Dia tidak pernah mengatakannya dengan fulgar, itu yang dapat membuatku terjaga hingga saat ini. Selama pacaran dia gak pernah nyentuh aku lho. Hebat yah?!
“Lagi bikin cerpen. Tapi jadinya panjang banget, sekarang Dede bingung bikin endingnya“ Aku mencoba mengutarakan sedikit unek-unekku.
“Temanya tentang apa?“ Responnya membutku nyaman untuk mengungkapkannya.
“Love sih. Tapi…!!“ Aku kembali dalam pemikiranku. Sebenarnya aku ingin mengatakan semua yang aku rasakan. Bukan Cuma tentang cerpen. Tapi juga tentang hubngan aku dan Satya.
“Tapi apa? Aa dengerinko de,!” Kejadian sebelumnya membuat Satya jauh lebih mengerti diriku. Kita berdua sama-sama belajar untuk mengenali karakter masing-masing.
“…” Aku tetap diam. Aku takut ia akan marah. Aku tidak siap harus punya masalah lagi dengannya. Aku masih rindu jika harus berselisih untuk kesekian kalinya.
“Sayang… Aa janji akan lebih baik nyikapin semua yang dede utarain” Karena ucapannya akhirnya aku berkata.
“Dede lagi bikin cerpen. Ceritanya dede buat dari kejadian dede sama aa kemarin” Aku terdiam. Aku takut responnya menjadi tidak baik jika ku utarakan maksud ceritaku itu.
Ia. Terussss,,,!!!” Ia kembali meyakinkan “Gak papa de… Omongin aja”
“Semoga ini gak buruk” Do`aku dalam hati.
Ada yang dede tambahin a” Aku terdiam lagi. Kali ini Satyapun sama, ia membiarkanku untuk melanjutkannya tanpa terburu-buru. Itu membuatku lebih berani mengatakannya.
“Bla-bla-bla” Agak terbata-bata. Meskipun begitu Satya begitu sabar untuk mengetahui maksudku. Ia tidak menyela, hanya ber_Iya saja.
“Gimana?” Ucapku setelah maksudku tersampaikan.
“Kayanya kalo ngomong langsung lebih nyaman deh. Sekalian aa baca cerpennya yah?” Respon baiknya membuatku lega. Bebanku hilang.
Topik berganti. Nyatanya bukan dia yang manja seperti dalam mimpi, justru akulah yang sering merajuk padanya.
“Astaghfirullahaladzim…!!!”

NIne



Wekend, kali ini tidak dimuka computer.


Pukul 10:00 WIB
Bertempat di Masjid Agung
“Assalamu`alaikum??” Sapa Satya padaku yang tengah duduk dimuka Masjid. Senyumnya menoreh bunga dalam hatiku. kurasakan begitu semerbak didadaku.
“Wa`alaikumsalam a,!” Aku tersenyum dan menunduk. Ia duduk disebelah kiriku. Jarak yang begitu dekat untuk sepasang kekasih. Bukankah cinta membuat seseorang yang jauh dimata itu begitu dekat dihati. Nah, sekarang dia udah sedekat ini. Lalu seberapa dekat jaraknya dengan hatiku.
“Astaghfirullahaladzim,!” Pacaran harus kuat iman. Kalo gak, Astaghfirullahaladzim..hehe(Lagi-lagi aku berfikir sendiri)
“Aa mau liat cerpennya dulu,!” Ia membuka pembicaraan.
“Nih,!” Kusodorkan 12 lembar kertas yang memang sudah kupegangi saat menunggunya datang.
Ia membaca lembar demi lembar dengan sangat khusuk. Aku takuasa menggangngu, tanpa sadar pandanganku lekat pada wajah teduhnya. Ia terlihat sangat keren menurutku.
Ku jamah perasaan ku pelan-pelan. Aku merasa sangat mencintainya,, cintaku padanya sebesar keinginanku untuk menjadi  Lian dan Atma diceritaku tersebut. Kayanya akan jauh lebih indah jika cinta itu bernilai.
“Bagaimana a?” Ucapku pada Satya. Ia terdiam cukup lama setelah menyeleseikan membacanya.
“De.. ada yang mengganjal dihati aa,?” Aku terbawa suasana. Hatiku tak karuan. Entah karena rinduku padanya yang selama ini tertahankan akibat masalah kita yang membuat kita tidak bisa berjumpa beberapa bulan ini atau karena aku resah menanti jawabannya atas keinginan hatiku itu.
“Ia a. Apa,?” Aku berhati-hati. kurasa ada yang penting dalam penuturannya kali ini.
“Sebelumnya aa boleh Tanya, kenapa dede nambahin ceritanya kaya gini,?” Pertanyaannya membuatku terdiam.
“Apa pantas perempuan membahas ini terlebih dahulu, apa yang akan ia pikirkan tentang diriku setelah aku mengatakannya,!” aku berkutat, tapi hanya dalam hati. aku merasa malu jika aku harus berkata-kata tentang ini. Masalahnya ini sudah jauh….
“TApi,!” Akh aku ini. Selalu saja seperti ini.
“Apa pantas perempuan membahas ini terlebih dahulu, apa yang akan aa pikirkan tentang diriku setelah aku mengatakannya,!” Baru kali ini aku mengatakan langsung kata-kata dihatiku. Aku hampir tidak peduli pada kata “Malu”
Entahlah aku merasa “Malu” punya tempatnya sendiri. Dan kali ini tidak ada tempat untuk “Malu”
“Apa yang salah dengan mengatakan apa yang menurut kita benar. Bukankah itu bisa jadi sesuatu masukan yang baik” Kali ini bukan kata-kata dalam hatiku. hanya terbesit sesaat yang meyakinkannku bahwa aku harus mengatakannya.
“Apa yang aa fikirkan,? Tentang apa,? Belom tentu de,!” Satya mencoba mengerti. Kata-katanya semakin halus, masalah kemarin merubahnya jadi sosok yang jauh lebih dewasa. Oh… Satya…
“Dede…!” Alot rasanya untuk sekedar mengatakan “Aku ingin seperti Lian dalam cerita itu a”
“Dede… aa gak akan tau maksud dede itu apa. Kalo dede gak pernah kasih tau… aa gak mau mengira-ngira de, karena belum tentu yang aa simpulkan itu seperti yang dede maksudkan” Lagi-lagi ia meyakinkanku. Baru setelah ia berusaha membuatku merasa nyaman aku bisa menyampaikannya.
“Begini a. Awalnya dede gak bermaksud ngelanjutin ceritanya seperti itu, dede Cuma pingin ngasih amanat yang baik aja ditulisan yang  dede buat.” Aku terhanti, ia masih menungguku untuk melanjutkannya.
“Dede mulai suka sama endingnya a. Atma dan lian a, dede….” Aku tak sanggup lagi. Rupanya itu membuat Satya mulai berkata.
“Maksud dede hubungan mereka,?” Ia menatapku. Dadaku berdegup,, nafasku semakin sulit aku hembuskan. Aku merasa takut entah karena apa, dan aku tertunduk.
“Hubungan yang kaya gimana yang aa tanyakan,?” Satya membuatku segan. Perasaanku bukan membuatku berani padanya, tapi justru selalu mimbimbingku untuk lebih menghormatinya.
“Dede ngambil tokoh Atma itu dari Sosok aa kan,? Dan lian sendiri itu dede,!” Satya bertanya dengan tegas.
“Ia a,!” jawabku singkat.
“Apa dede menambahkan cerita seperti itu Karena dede pengen kita…” Baru kali ini ia tak berhasil menyelesikan kalimatnya.
“Ia..” Sergah aku. Sebelum ia memintaku untuk melanjutkannya. Padahal aku sendiri gak tau apa yang selanjutnya pingin ia sampaikan..(Abisnya. Satya suka gitu, selalu aja pingin aku mengatakannya. Padahal dia sendiri udah tau apa maksudnya. Nyebelin tau kalo kaya gitu, udah tau “Malu” masih aja di paksa ngaku…huh,!)
“Ia apa,?” Pintanya.
“Ieh….!!!!” Thu kan dia kaya gitu lagi. Komunikasi kita memang sangat buruk.
Ulahnya membuatku mengetukan pena yang ku pegangi dikepalanya. Hatiku goyah, apa aku bisa seperti Atma dan Lian. Sedangkan aku semakin bahagia saat bersamanya. Mampukah aku menahan Cnta, rindu, dan sepi untuk kebenaran.
Aku tau ini godaan. Tapi sanggupkah aku membawa Satya melampauinya…
“Aduh,!” Satya tersenyum tipis. Ia masih memandangiku meski tubuhnya mengelak pukulan kecilku.
“Aku semakin takuasa menahan hasratku…!!!”
          “Astaghfirullahaladzim,!” 

 
TEn


Dear, Diary….
Pukul 18:24_Senin malam
Apakah salah jika berkeinginan bersama seseorang yang membuat kita jatuh cinta.
Apakah perlu batasan untuk mengungkapkan sebuah cinta,
Jika ia. Aku berdo`a ya Allah agar aku bisa melepeskannya sejenak
Dan aku akan bersujut meminta kesabaran agar dapat menahannya.

           


            Solat Maghrib membuatku tenang, sesaat kegelisahan ku pun hilang ditambah lantunan suci Al-qur`an.
          “Subahanallah,,,!!!” Pujian yang patutnya ku ucap ditiap waktu. Baru kurasakan indahnya saat ini.
          Aku memutuskan menghentikan tulisanku. Karena sebelum aku membuat suatu nasihat lewat cerpenku, aku harus mengawalinya dari diriku sendiri.
          “Apa yang bisa aku lakukan pada diriku sendiri…!!!” Tanya hatiku. kejadian siang tadi membuat ku sadar Aku masih harus belajar mengendalikan diriku sendiri sebelum aku mencoba mengutarakan maksud hatiku pada satya tentang keinginanku.
          Setelah menulis beberapa kalimat pada Diary ku.  Aku membenamkan tubuh ditempat tidurku. Bukan untuk tidur, tapi untuk merenungi kejadian-kejadian yang udah aku lalui,, dan berfikir untuk kedepannya.
          “Satya…!!!” Namanya tak pernah lupa ku sebut. Aku selalu mencurahkan perasaanku pada ALLah,, karena aku tak lagi dapat berbohong. Bahwa aku selalu merindukan kehadirannya didekatku.
          “Astaghfirullahaladzim…!!!” Lagi-lagi aku beristighfar. Sulit rasanya melepaskannya, mengetahui rinduku padanya terlalu besar.
          Beberapa detik kemudian…
          “Drttttttt,,,,” Hand phone ku bergetar. Sehebat getaran dalam dadaku.
          “Aduh, ngagetin aja sih. Gak tau ada orang lagi ngelamun yah,!” Gerutu aku.
          “Eh. . mana dia tau,, hehehe…!!!” Gumam hati ku sendiri. Lagi-lagi ngomong sendiri, dalem hati, lagi.

          Assalamu`alaikum,?
       Sender:
          LuPh M3
          +6281871040890

          Dek, dek, dek. Baru aku memikirkannya. Sekarang dia udah nongol aja.

         
Wa`alaikumussalam,!
      Sender:
          It`s M3
          +6281871041191

          “Menjawab salam itu wajib,!” Pikirku.

          De. Aa mau jujur…
          Sender:
          LuPh M3
          +6281871040890

          Dek,,, lagi-lagi hatiku berdebar. “Apa yang akan ia katakan,?” Pikirku lagi.

          Apa? Ngomong aja.
          Sender:
          It`s M3
          +6281871041191

          “Aku rasa. Mungkin jika aku mengungkapkannya, ini akan jauh lebih baik” AKu berkata, Kemudian menulis message seperti ini.

          Kalo gitu. Dede juga mau jujur.
          Sender:
          It`s M3
          +6281871041191

          Sebelum sempat terkirim. SMS Satya datang lebih dulu.

Aa suka cerita dede. Dan aa bermaksud menawarkan,,, Dede mau gak aa jadi Atma dicerita tersebet,???
Sender:
          LuPh M3
          +6281871040890

          Og god. Hampir saja jantungku copot. Aku tidak menyangka ia akan berkata hal demikian.
          “Alhamdulillah…!!” Aku bergumam. Tak terkirakan betapa leganya hatiku sekarang, rasanya beban yang selama ini aku simpan bisa berkurang begitu dia berkata seperti itu.

Dede mau jujur soal apa,? Oy gimana pendapatnya de.
Sender:
          LuPh M3
          +6281871040890

Dibalasnya SMS ku yang ke 2. Tapi setelah beberapa menit aku tidak membalasnya ia mengirim message lagi.

Dede gak suka ya,? Aa pikir ini yang dede mau.
          Sender:
          LuPh M3
          +6281871040890

          Mendengar kata-kata itu aku jadi berfikir.

Aa ngomong kaya gini. Bukan karena aa yang mau,?
          Sender:
          It`s M3
          +6281871041191

          Kali ini aku tak menyimpannya dalam hati. aku kecewa mendapati Message_nya yang ke_2. membuatku tidak yakin saja.

          Dede pengen niat dari hati aa. Bukan karena ini keinginan dede a
          Sender:
          It`s M3
          +6281871041191

          Kalimatnya membuatku kecewa. Entah karena harapanku tidak sesuai atau karena aku sangat tersinggung…
          Tersinggung??? Mungkin ini yang selalu membuatku sering sakit. Karena aku selalu berfikir Satya adalah orang aku harapkan sehingga ketika kudapati tindakannya tidak sesuai itu membuatku sangat menyayangkan harapanku yang terlalu besar padanya.

          De
          Sender:
          LuPh M3
          +6281871040890


          Satya kali ini tidak jera mendapatkan balasan SMS dariku. Padahal biasanya ia akan membiarkannku memikirkannya sendiri.

          Y a
          Sender:
          It`s M3
          +6281871041191

          Perasaan tidak enak dihatiku tergantikan. Mengetahui ia peduli apa yang aku fikirkan… meskipun ia gak tau hatiku. setidaknya ia ingin tau, rasanya perasaanku jauh lebih di hargai.
          Calling “ LuPh M3 “
          Aku kelabakan mendapati nomernya memanggil di layar monitor Handp honeku. Bagai mana ini,,, kali ini sudah tidak ada waktu untuk berfikir sendiri.
          “Assalamu`alaikum,??” Jawabku.
          “Wa`alaikum Salam,!” Jawabnya.
          “Dede marah,?” Pertanyaannya membuatku terdiam. Bukan karena benar-benar marah. Tapi justru karena aku bingung menanggapinya.
          “Siapa yang marah…” Kalimatku gak ketus, tapi datar. Ia berfikir aku marah.
          “Thu kan. Kebiasaan deh…” Kalimat ini selalu terjadi jika ada situasi seperti ini. Harus ada yang dirubah agar tidak berakhir seperti kemarin-kemarin.
          “Sayang…” Kalimat yang hampir tidak pernah aku ucapkan kini ku jadikan kata-kata untuk melerai suasana. “Aku berharap kita bisa jauh lebih tenang”
          “Y De” Akhirnya ia diam. Sekarang aku harus memberikan kalimat yang bisa membawa suasana yang lebih nyaman.
          “Dede seneng a. Aa Menawarkan itu. Tapi ko aa nanya dede lagi apa ini keinginan dede,!” Jujur mungkin akan mendatangkan suatu kepercayaan. Semoga kepercayaan dapat membuat kita berfikir lebih dewasa biar gak grasak-grusuk kaya dulu. Bisa berujung marahan…nanti.
          “Aa takut salah ngomong. Kalopun dede gak suka, dede boleh ngungkapin sama aa. Biar aa tau baiknya harus bagaimana,!” Satyapun melakukan hal yang sama seperti yang sedang ku lakukan. Tidak ada hal yang tidak mungkin untuk melakukan suatu perubahan.
          “Dede minta maaf” Kalimat ini bukan ucapan rasa bersalah. Tapi karena aku merasa tidak dapat berkompromi dengan baik. Terlalu hati-hati ternyata tidak selalu benar. Justru semakin hati-hati banyak hal tidak kita lakukan. Sayang banget.
          “Aa juga minta maaf” Kalo kalimat ini aku gak tau maksudnya.
          “Lagi-lagi Aa pingin melakukannya dengan baik de. Tapi aa gak tau yang baik itu harus seperti apa. Pada kenyataannya apa yang menurut aa baik dulu tidak menjadikan semua itu lebih baik dari apa yang udah direncanain,!” Oh… Aku menghembuskan nafas kuat-kuat. Lega rasanya jika duaduanya punya iktikad baik, tinggal bagaimana cara menyelesikannya.
          “Ya udah, gak papa a.” Suasana hening. Sudah setengah jam kita berkomunikasi line telfon.  “Apa kita harus bertemu” Pikirku.
          “Dede pinginnya kaya gimana,?” Pertanyaannya selalu membuatku bingung. “Aku merasa ini adalah keinginanku, kenapa jadi dia yang Tanya. Seharusnya kan dia yang jawab. Gimana sih,!” Aku mulai kesal untuk sesuatu yang tidak pernah ia mengerti. Bagaimana aku bisa marah.
          “Aduh… pusing,!” Aku diam, diam, dan diam…
          “Kalo dede diem. Telfonnya dimatiin aja ya,!” Keputusannya membuat kekesalanku menggunung.
          “Y udah” Lagi-lagi kekesalanku tak tersembunyikan.
          “Tek” Jawabanku di_Iyakan begitu saja.

ELeven

          Cerpen yang ku buat. Tinggal bagaimana harus membuat akhirnya saja.
          Mudah jika aku ingin menjadikan ending itu Happy atau enggak. Tapi… sekarang aku tidak tahu bagaimana membuat akhir ceritaku ini Indah atau tidak.

“Lalu bagaimana?“ Atma memojokanku. Entah kejadian seperti apa yang seharusnya terjadi, karena aku sendiri bingung ingin seperti apa nantinya.

Adalah kalimat terakhir di cerpenku

          ”Bagaimana ini“

          Aku menuliskan kebingunganku disisni.

          “Apa yang harus aku lakukan ?“

          Aku mulai menemukan ide sedikit demi sedikit dan mencoba menuliskan apa yang ingin ku tulis. Bukan apa yang seharusnya kutulis.

          “Atma, Agaknya kali ini aku sangat egois. Aku tidak bisa menjawab pertanyaanmu. Tapi aku ingin engkau tetap meminta  jawabanku “ Jawabanku membuat Atma Bergeming.
          “Tidak sekarang, mungkin nanti,! Tapi janjiku bukan berarti akan seperti apa yang kita rencanakan “ …
          Tidak ada masalah yang akan benar-benar terseleseikan dengan tuntas. Karena memang Hidup adalah sebuah runtutan masalah yang harus di pecahkan.
          “…” Atma tersenyum. Mungkin ia sedang mencoba mengerti, karena hanya itu yang bisa aku simpulkan.

          Selesei. Sudah selesei…
          Beberapa kalimat akan mengakhirinya.
          Dan seperti inilah.

          “Keadaan selanjutnya yang aku maksudkan adalah ujian Lian. Bagaimana kita bisa mempertahankan hati kita berdua, entah sampai kapan perasaan ini akan tetap sama atau bagaimana. Dan apakah kita juga bisa berada pada ujung yang sama”

          “Mungkin ini juga yang ingin aku ungkapkan pada Satya. Lewat tulisan ini… mungkin ia akan sedikit mengetahui apa yang aku fikirkan.” Harapku.

          “Jadi” Aku ingin keputusan yang pasti. Yang bisa ku pegang sampai nanti.
          “Biarlah semua berjalan apa adanya. Aku tidak akan melakukan hal yang akan membuatmu mencintaiku, dan tidak pula berusaha menyakitimu. Karena yang ingin aku lakukan adalah mengejar Cita-Citaku, membahagiakan kedua orang tuaku” Kalimat Atma membuatku tenang. Keputusannya kuterima baik dengan senang.
          “Ia” Jawabku.
          “Kita bisa merencanakannya dan Tuhanlah yang menentukan.” Senyumku pun mengembang. Akhirnya Kisahku tidak berlanjut dan takan berakhir disini. Karena hubungan kita adalah satu silaturrahmi yang akan terjalin sampai nanti.

          “Alhamdulillah” Gumam hatiku. mendapati cerpenku berakhir dengan baik. Masih menurutku. Karena hanya baru aku yang membacanya. Mungkin teman, keluarga atau siapapun dapat memberikan komentarnya.

TWelve

          Ting.. Tong..
          Ting.. Tong..
          Ting.. Tong..
          Bel rumah terdengar berbunyi tiga kali. Setelahnya berhenti dan sunyi kembali…
          Lalu terdengarlah ucapan “Assalamu`alaikum,,,!!!” dari balik daun pintu yang masih tertutup rapat.
          “Wa`alaikum Salam,!” Jawabku mengindahkan salamnya.
          “Aa” Hatiku berdesir lembut. Sosoknya tepet didepanku.
          “Boleh aa masuk,?” Ia tersenyum. Mendapati sikapnya membuatku geli. Aneh rasanya hubungan yang terjalin sudah sedekat ini masih harus diawali dengan basa-basi.
          “…” Aku tak mempersilahkannya. Hanya tertawa kecil dan mengayuhkan tangan kedalam ruangan.
          “Dari mana? Mau kemana?” Basa-basi dilanjutkan. Sekarang ia yang tertawa kecil. kami memang seperti itu,, masalah separah apapun kalo udah ketemu pasti aja masih bisa senyum-senyum. Hehe(Bukan senyum-senyum sendiri ya? kan ber-2)
          “Dirumah ada siapa de,?” Setelah duduk Satya membuka pembicaraannya.
          “Ada Mama. Yang lain gak dirumah,!” Aku mulai santai dengan kehadirannya.
          “Gak papa yang penting dirumah ada orang lain selain kita berdua,!” Ia berkata seolah tak pernah terjadi apa-apa. Bahkan selalu berhasil membuat guyonan.
          “Dede ambil minum dulu ya,?” Kali ini aku tak berhasil menatapnya. Entah kenapa ia tak berhenti menatap tajam wajahku.
          “NIeh.. Minumnya. Minum dulu a,!” Seperti pembantu yang memiliki etika yang baik mempersilahkan tamu majikannya untuk meminumnya.
          “Makasih,!” Jawabnya singkat.
          “De” Ia berkata setelah menaruh gelas minum yang baru selesei di seruputnya.
          “Ya a” Aku yang baru duduk menjawab panggilannya.
          “Sebelumnya aa minta maaf yah,! Kalo kejadian di telfon itu ada yang gak dede suka,!” Tutur katanya lembut.
          “Iya. Maaf juga dede udah bersikap kaya gitu” Lagi-lagi seperti ini, tapi gak papa yang penting dia dateng.
          “Gimana,? Cerpennya udah selese belom,?” Ia mulai membahas permasalahan kita.
          “Alhamdulillah udah a”
          “Aa mau liat,?” Tambahku.
          “Boleh,!” Ucapnya.
          Aku segera mengambil Lembaran yang baru diprint. Karena yang lain sudah di print terlebih dahulu.
          Ia kembali membacanya dengan khusuk. Aku juga tetap diam menunggunya menyeleseikan membacanya.
          Ia tersenyum, entah apa lagi maksudnya. lalu iapun berkata.
          “Gimana kalo akhir cerita kita juga seperti ending yang dede buat dicerpen ini,?” Kali ini kalimatnya tidak membuat hatiku seperti biasanya.
          “Maksud aa cerita yang mana,? Udah jelas-jelas masalahnya beda, ceritanya juga gak sama” Aku berusaha menjadi diriku sendiri. Bukan Lian ditokoh itu, atau Sivilia yang ingin menjadi Lian. Ini tentang hidupku Yang real, Yang sedang ku jejaki saat ini.
          “Katanya dede pingin cerita kita kaya cerita yang dede buat di cerpen itu,?” Ia mulai berkata hal yang ingin ia katakan. Bukan hal yang harus ia katakan. Memjadi satya yang sesungguhnya. Bukan Aa yang mencintaiku.
          “Dede bilang Cuma berharap. Bukan bener-bener harus seperti itu a” Aku pun sama. Inilah aku, My Self.
          “Jadi,?” Ada yang terbalik. Akhirnya ia yang mengatakan ini padaku.
          “ Ya udah. Jalani aja,,, kalo masih mau pacaran ya pacaran kaya biasa… (Tapi tetep ngejaga) ya kalo mau temenan ya temenan, gak ada yang larang. . dan kalopun kita harus tidak berhubungan sama sekali itu keputusan kita berdua. Jalani aja dan lakuanlah yang terbaik,!”

          Tok,, Tok,, Tok,,
          Keputusan telah dibuat.

          “Perasan ini akan terbawa oleh waktu… yang tak bisa ditebak arahnya. Mengalir bagai air yang mengikuti arusnya”

          Kami berdua tersenyum dan berada pada perasaan masing-masing. Lalu aku berkata dalam hati “Kita bisa merencanakannya dan Tuhanlah yang menentukan.” Akhirnya Kisahku tidak berlanjut dan takan berakhir disini. Karena hubungan kita adalah satu silaturrahmi yang akan terjalin sampai nanti.

The End
(di ambil dari mydeara2.blogspot.com_Blog aQ jg.! n_n)


Tidak ada komentar:

Cari Blog Ini